Senin, 07 Januari 2013

Nasikh dan Mansukh


Abdussalam
Abstrak
Ada tuduhan dalam teks hadits terdapat inkonsistensi status sebuah perkara, yang nantinya akan menimbulkan negative thinking bahwa Nabi SAW di anggap  tidak konsisten, anggapan semacam itu adalah kesalahan orang yang memang tidak paham bahkan tidak mengetahui seluk beluk ilmu hukum.  Pakar hukum Islam (mujtahid) terdahulu mengkaji dan meneliti dalil-dalil yang secara tekstual saling bertentangan, kemudian membuat langkah-langkah penyelesaian. Hasil dari pada kajian para pakar hukum di atas sekarang bisa kita peroleh dan kita pelajari dalam literatur hukum Islam yang termuat dalam bab khusus, yaitu sub kontradiksi hukum.

Bagaimana Membaca Perdebatan Hermeneutika/Semiotika dalam Tradisi Keilmuan Muslim Kontemporer...Sebuah Perspektif Maqasidi...[1]


M. Khoirul Huda

1.      Pendahuluan
“Pemeluk agama hanya menjalankan teks-teks suci, sedang para agamawan mengkritisi ajaran-ajaran suci.” Kutipan ini berasal dari Sholeh UG, penyunting buku Sayap-Sayap Patah karya Kahlil Gibran, saat memberikan pengantar untuk buku tersebut. Fenomena ini sudah cukup umum dalam komunitas agama-agama. Kahlil Gibran yang hidup dalam tradisi Kristen Lebanon memahami betul akan fenomena itu, kemudian dia tuangkan temuannya tersebut dalam sosok Affandi Karamy dan Pendeta Galib. Affandi Karamy merupakan seorang kaya yang jujur lagi taat beragama. Sedangkan pendeta Galib adalah sosok agamawan terkemuka yang cerdas dan mempunyai jaringan luas. Sayangnya, Gibran menggambarkan sosok terakhir ini sebagai orang yang mudah mencarikan justifikasi agama, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga maupun kolega-koleganya. Baiklah, sementara kita kesampingkan narasi sang pujangga di atas, dan kita beralih pada fenomena “mengkritisi ajaran suci”.